Pages

Sabtu, 09 Maret 2013

CERPEN : KERIS

Penanda lahirnya blog sederhana ini saya muat sebuah cerpen sederhana karya saya sendiri.


KERIS

…20 Oktober 2006
Memasuki menit ke 30 aku mengikuti Mata Kuliah Sintaksisnya Mr Romi, aku merasa hpku bergetar. Ada sms begitu pikirku.
“Besok pulang. ada masalah keluarga yang harus Bli  ketahui.” Begitu sms dari dari adiku.
Fokusku pada Mister Romi telah menguap karena rasa penasaran. Tidak biasanya aku diminta pulang karena masalah keluarga besar. Aku tidak tertarik mengurusi orang, tugas kuliahku sudah cukup banyak jadi tak ada waktu mengurus atau ikut memikirkan urusan keluarga. Masalah kelurga biarlah urusan orang tuaku, begitulah prinsipku. Orang tuaku juga jarang mengajaku membicarakan masalah keluarga. “Belajarlah dengan baik, agar kamu cepat jadi sarjana.” Begitu kata-kata yang sering di ucapkan Ayah.

…21 Oktober 2006
Jam 7 malam aku sampai di Kampung.
Setelah selesai mandi dan sembahyang aku menemui orang tuaku yang menungguku diteras.
Meme, memangnya ada hal apa, tiba-tiba aku disuruh pulang.“
“Bli Made, Pamanmu jatuh dari pohon dan kakinya patah.” Ibu menjawab pertanyaanku dengan lembut.
“Nanti kita kerumah menengok Pamanmu bersama-sama.” Ayah ikut bicar.
Ayah kemudian menatapku, raut diwajahnya menunjukan keseriusan. Hal yang sangat jarang aku lihat.
“Wayan, anak Bapa. Bapa ingin menceritakan sebuah cerita, sebagai anak kamu mesti tahu tentang leluhur kita.”
Aku hanya mengangguk pasrah.
“Leluhur kita adalah pemuka desa ini, beliau terkenal berwibawa dan peminpin yang baik. Yang paling utama adalah beliau memiliki ilmu kesaktian yang luar biasa. Karena kesaktianya itu beliau terkenal kepelosok negeri. Konon ilmu yang beliau miliki bersumber pada keris yang beliau miliki. Keris itu sekarang tersimpan rapi di rumah Kakekmu.”
Cerita Ayah terhenti saat suara adiku meanggil. “  Bapa, Meme, Bli Yan, sudah malam ini ayo kita menjenguk Paman.”
“ Ya, biar tidak terlalu larut kita baliknya.” Kataku sambil berdiri.
            Di rumah Paman ternyata ramai, hampir semua keluarga besar kulihat disana. Kulihat Bli Made tiduran di ranjang, kakinya dililit perban.
            “Karena, seluruh keluarga telah hadir maka rapat keluarga akan kita mulai.” Suara Pekak Saru tiba-tiba. Pekak Saru adalah tetua di keluarga besar kami.
            Suara itu menghantarkan keheninggan. Aku terkejut, ku pandang Ayah juga kelihatanya memendam keterkejutan.
            Bli Putu, Paman tertuaku kemudian berkata. “Seperti yang sudah kita ketahui bersama, kemarin Made Bawa jatuh dan kakinya patah. Setelah itu anak-anaknya berinisiatif mepetuun untuk menanyakan kepada leluhur tentang penyebab bencana yang menimpa Ayah mereka. Inti dari hasil mepetuun itu adalah, leluhur meminta kesediaan salah satu dari kita untuk bersedia menjadi Pemangku.”
Semua yang hadir saling pandang. Siapa yang sebenarnya di tunjuk jadi pemangku ?
“Yan, kami keluarga besar bukan bermaksud memberatkanmu. Kami sebenarnya tidak ingin menyampaikan hal ini pada Wayan, kami tahu ini berat buat Wayan.Tapi hal ini harus kami sampaikan. Wayanlah yang dipilih untuk mengemban tugas ini.”
Langit jatuh menimpaku, badan hancur, belulang remuk berhamburan, dan otak berceceran di lantai. Begitulah yang kurasakan saat Bli Made melanjutkan kata-katanya.
Aku diam, tak tahu mesti menjawab apa. Tatapan seluruh yang hadir terasa mengulitiku. Tiba-tiba saja tempat duduk terasa panas, ingin rasanya aku berlari pulang. Aku hanya anak muda yang masih labil, atas dasar apa aku dipilih mengemban tugas itu ?
“Kalau hal itu tidak dituruti akan ada bencana yang menimpa keluarga besar kita. “ Bli Ketut ikut memberi penjelasan.
Melihat kebingunganku, Ayah menjawab “Bukanya kami menolak kehendak leluhur, tapi ijinkan Wayan anak saya untuk berpikir dulu dia masih muda tentu belum begitu mengerti tentang tugas dan kewajiban Pemangku itu.”
Pekak Saru kemudian menjelaskan bahwa tugas utama Pemangku itu adalah menjaga keris pusaka peninggalan leluhur kami.
Malam itu aku pulang dengan perasaan kesal. Jiwa mudaku menolak tugas itu, aku tak ingin di ikat oleh hal yang berbau mistik seperti itu. Lagi pula mepetuun itu belum tentu benar, tidak masuk akal.
Aku memutuskan untuk belum menerima tugas tersebut, alasanku akan menyelesaikan kuliahku. Sebenarnya aku tidak percaya dengan hal tersebut.

..,25 Oktober 2006
Pukul 20:30
1 Pesan Diterima !
Dari : AdikQ..
“Bli ya..,Intan anaknya Bli Ketut sakit keras,
 sekarang di rawat di rumah sakit
Mungkin ini bencana karena bli yan ga mw jdi penjaga keris..
Apa mungkin seperti itu, ah tidak. Itu hanya kebetulan saja Intan sakit, dari kecil memang dia sering sakit. Apa mungkin hal itu benar? Malam itu aku gelisah. Sepanjang malam aku mimpi aneh. Dalam mimpiku aku didatangi seorang pria berpakaian adat Bali, tangan kanannya memegang bungkusan kain kuning. Dari bentuknya benda yang dipegang lelaki itu adalah keris.

…,27 Oktober 2006
Pukul 14:28
1 Pesan diterima !
Dari : AdikQ…
Baru saja Paman di Palu nlpn.katanya anaknya diceraikan oleh suaminya tanpa alasan yang jelas.bli yan,,,,cobalah berpikir lagi, apa akan bli biarkan keluarga kita terus dilanda bencana.
“Ahh..persetan,masalah orang cerai masak aku yang bersalah.”
 “ Tapi…Ia ini salahmu, terima saja tugasmu yan ! Begitulah perang batinku
Hari-hariku berikutnya terus dihantui keris.Tiap malam aku mimpi dikejar  keris. Itu hanya mimpi, mungkin aku terlalu memikirkan keris itu, begitu pikirku. Kabar yang aku terima dari keluarga terus tentang bencana. Ternaknya mati,kebun karetnya kebakaran, Toko di bobol maling dan sanak keluarga sedang sakit.
Tapi aku yakin semua takdir mereka, bukan karena aku tidak mau menjadi  Pemangku yang mengorbankan hidupnya hanya untuk merawat sebilah keris. Mana mungkin leluhur memberatkan keturunanya.Kalaupun benar begitu berarti leluhur itu tidak bijaksana, melimpahkan tugas atau kesalahan pada kami yang masih hidup. Dibenaku mulai ditumbuhi hal negatif tentang leluhurku.

..,5 November  2006
Pukul 07.50
Tatapanku tertuju pada spanduk yang terpasang di depan gerbang bangunan “ Selamat Datang Peserta Seminar, Mengenal Lebih Dekat Keris Bali” Aku ragu melangkah, bodoh banget aku ini. Saat Roy meminta aku menggantokanya mengikuti seminar aku langsung mengiakan.”Kamu gantikan aku,nanti Gus de dan Ayu menunggu disana. Teman-teman HMJ lain pada sibuk” Begitu ocehan Roy .Sialnya aku tidak konfirmasi tentang materi seminar itu.Ia sudahlah, tak ada salahnya aku ikut saja.
Pukul 08.35
…” keris adalah simbol laki-laki bagi orang Bali. Zaman dulu keris dapat menunjukan tinggi rendahnya status  seorang …” Saat pembicara sedang membicarakan filosofi  keris tiba-tiba hpku berbunyi.
Adiku..
“Knapa ? aku sedang mengikuti seminar..”
“ Aku dengan Bape dan Bape Made lagi on the way ke kos “
“ Ada apa lagi ? “
“ Ada hal penting yang mau mereka sampaikan.”
“ Ok, setengah jam lagi aku balik…” Kututup telepon dengan rasa gundah.
Di depan ku lihat pembicara sedang menunjukan sebilah keris, memperkenalkan bagian-bagianya pada peserta seminar. Entah dari mana datangnya tiba-tiba aku merasa merinding dan ngeri melihat keris yang di pegang oleh Bapak itu.Akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan mengikuti acara itu.
Pada kedua temanku aku pamitan ku bilang dengan jujur bahwa orang tuaku akan datang ke kos jadi aku harus balik sekarang juga. Mereka mengerti dan mempersilahkanku untuk berangkat.
Kenapa keluargaku tiba-tiba datang mencariku? Sudah lebih dua tahun aku kuliah tak sekalipun orangtuaku datang ke kosan.Yang pernah ke kosku cuma adiku, itupun sudah setahun lalu. Saat itu dia mewakili sekolahnya mengikuti sebuah lomba di kota tempat kuliahku, sebelum pulang ia sempatkan mampir ketempatku.
Tiiiiittttt !!!
Aku tersentak, sebuah benda besar tiba-tiba bergerak cepat kearahku. Pikiranku tak sempat menganalisa dan tubuhku  tak sempat bereaksi.
***
Ku sadari diriku sedang berada di sebuah tempat yang mmenyerupai bioskop. Di depankua terbentang sebuah layar. Dilayar itu kulihat dua oaring pria gagah,mereka dikelilingi oleh banyak orang. Dua peremuan sambil mengendong anak kecil nampak sedih. Sepertinya dua orang itu adalah istri dari pria-pria itu. Orang-orang itu berteriak dengan mengangkat tangan tinggi keudara, sepertinya mereka memberi semangat pada dua pria gagah itu. Teriakan terus menggema saat kedua pria itu berjalan, keduanya melangkah menyusuri jalan setapak. Saat itulah aku sadar bahwa salah satu dari pria itu mirip dengan Ayahku atau bahkan mirip denganku.
Adegan berikutnya…
Beberapa perahu layar terlihat bergerak pelan dilautan. Kedua pria gagah terihat duduk diperahu dengan layar berwarna kotak-kota merah, hitam dan putih.Di depan mereka berdiri seorang pria dengan pakaian seperti seorang raja.
Pria itu berkata “ Depih, aku dengar kamu memiliki pasukan  berupa wong samar.
Pria yang mirip denganku menjawab “Ya Gusti Patih, saat ini hamba membawa 2000 pasukan wong samar, tuan bisa rasakan gerak perahu-perahu kita. Keempat perahu ini bergerak lamban karena memuat 2000 pasukan wong samar itu.
“ Bagus..! Aku harap kita bisa pulang dengan kemenangan tanpa ada pasukan kita yang gugur”
Bersama malam yang mulai datang, perahu yang mengangkut pasukan itu merapat di pantai. Hujan bersama Guntur dan kilat menyambut kedatangan mereka. Pria yang dipanggil sebagai gusti patih terlihat berdiri dan mencabut keris di pinggangnya, diancungkanya keris itu keangkasa.Sebuah kilat menyambar keris tersebut beberapa saat kemudian  langit disekitar mereka menjadi cerah,hujan, Guntur dan kilat hilang entah kemana.
“Depih,saatnya  kamu keluarkan pasukan wong samarmu ! “
Depih begitulah orang yang mirip denganku dipanggil.Pria itu segera mengeluarkan keris kecil dari pingganya. Sementara anggota pasukan yang lain tampak duduk rapi. Salah satu diantara mereka berdiri dan mendekati Depih, dia terlihat memegang seekor ayam hitam.
Leher ayam itu putus di babat oleh keris ditangan I Depih. Mulut pria itu komat-kamit membaca mantra. Tiba-tiba  angin berhembus kencang, suara derap seperti ribuan kuda berlari terdengar menggema. Angin dan suara itu makin menjauh bergerak kearah daratan.
“TIDAK…!” Aku berteriak kaget kulihat keris ditangan I Depih bertambah panjang dan ujungnya bergerak kearahku, aku berlari keluar bioskop. Keris itu terus bertambah panjang dan mengejarku.
“ Tidak …Jangan!”
“Keris…keris ..jangan!” Aku berteriak dan terus berlari, tiba-tiba aku melihat kedua orang tuaku. Sekuat tenaga aku berlari kearah mereka.
“Dokter...dia bergerak, dia siuman!“ Kudengar sayup suara.
***
Ku arahkan pandanganku,s elang-selang infus menghiasi tubuhku. Kaki kananku dibalut perban. Senyum manis Andin adiku dan tatapan cemas Ayahku langsung terpampang dihadapanku.
“ Aku kenapa ? “  Hanya itu yang keluar dari mulutku.
Dari cerita Ayah dan adik aku tahu, bahwa aku mengalami kecelakaan. Bertabrakan dengan mobil saat aku kembali dari tempat seminar. Aku mengalami luka yang parah, sudah 3 hari aku koma.
Besoknya aku ceritakan mimpiku pada Ayah. Ayah bilang orang dalam mimpi adalah I Depih leluhur kami yang pemiliki keris pusaka. Memang menurut cerita dia ikut berberang dan pulang membawa kemenangan. Saat pulang itu beliau membawa beberapa keris dan benda berharga lain, itu adalah bukti kemenangan yang diraih di medan perang.

…, 25 Desember 2006
Didepanku tergolek 3 buah keris. Satu persatu ku pegang benda tersebut. Aku memutuskan mau menerima tugas menjaga keris penunggalan leluhurku. Aku sadar keris ini memiliki nilai sejarah khususnya bagi keluargaku, jadi selayaknya aku ikut menjaga benda itu.Itu simbol prestasi yang diraih leluhurku. Mungkin zaman itu prestasi seseorang diukur dari tingginya ilmu kesaktian yang dimiliki beda dengan sekarang. Pada zamanya leluhurku telah dipilih oleh kerajaan untuk ikut misi penting. Kalau mau jujur aku belum ada apa-apanya, aku belum punya prestasi yang membanggakan keluarga. Aku telah salah meremehkan dan memandang negatif pada leluhur.
Jadilah aku Pemangku yang bertugas menjaga keris pusaka. Setiap 15 hari sekali keris itu mesti dibersihkan dengan air kelapa. Ya masuk akal juga, biar keris tersebut tidak berkarat. Keris itu dibuatkan tempat khusus dirumahku dan tidak perlu membawa keris itu kemanapun aku pergi. Dulu salah satu alasanku menolak adalah karena aku kira benda itu harus  dibawa kemana-mana.
Dan kuliahku berjalan dengan wajar tidak terganggu oleh keris. Bahkan keris menjadi inspirasiku untuk meraih prestasi.
Sepeti pamor  sebilah keris, begitulah jalan hidup manusia.


: Menunggu lahirnya pagi…
  Buleleng, 25 Desember 2010







1 komentar: